By : Taufik Septianto*
Orang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapan tetapi hebat dalam tindakan (confusius).
Berbicara mengenai siyasi (politik) dengan satu sisi maka kita mendapatkan jawaban politik itu kotor, dalam agama itu menganjurkan “dakwah” bukan bersiyasi, buat apa lelah memikirkan politik lebih baik memikirkan apa tugas kuliah hari ini, atau untuk apa berpolitik buang-buang waktu saja, perilaku risih pragmatis ini dapat dibuktikan dengan sedikitnya mahasiswa yang berpartisipasi dalam PEMILWA.
Apa itu siyasi ? Untuk apa buat partai mahasiswa ? apa untungnya punya posisi strategis di HMPS, BEM, DPM, DPM-U, BEM-U, UKM, tidaklah cukup dakwah itu dengan bil-hal, bil lisan, dan bil-qalam saja atau untuk apa bertarung dan melakukan spekulasi-spekulasi memperebutkan pengaruh dari elemen gerakan yang lain, atau apakah tidak cukup berdakwah itu secara sturktural dan fardiyah, bukankah kita sudah dalam posisi nyaman untuk saat ini , . . .
Akan ada beribu-ribu pertanyaan, oleh karenanya perlu orientasi yang jelas tentang paradigma gerak kita dan pembacaan komprehensif mengenai medan realita kampus, Hal itu sangat penting untuk menentukan Taktis dan Strategis sebelum benar-benar mantap untuk masuk dalam kancah politik kampus dan yang lebih penting lagi mendapatkan arah yang jelas dalam bergerak.
Pemahaman yang benar akan politik kampus. Pengertian yang sebenarnya mengenai politik dalam Islam akan membawa pada keteguhan gerak dalam menghadapi segala mihnah yang menghadang. Memahami bahwa siyasah adalah sebuah wasilah untuk tahqiq ahdaf al-da’wah (meneguhkan tujuan-tujuan dakwah). Sehingga politik kotor adalah persoalan mental pelaku, dan bukan strategi perjuangan.
Mungkin sekarang perlu melirik keuntungan memasuki arena politik kampus.
(1) Dengan membuat partai mahasiswa dan aktif dalam kegiatan politik, maka ada kesempatan menyuarakan kepentingan kita dan mayoritas mahasiswa konstituen. Secara praktis, tujuan-tujuan dakwah akan tersampaikan melalui lembaga kemahasiswaan baik di HMPS, BEM, DPM, DPM-U, BEM-U, dan UKM.
(2) Dengan mendudukkan wakil di DPM-U, maka kebijakan kampus dapat kita awasi, kontrol dan rekomendasikan.
(3) Mengawali kultur positif tentang pengelolaan lembaga mahasiswa, dengan mengembangkan kultur jujur dan amanah, maka mahasiswa konstituen akan benar-benar merasa terwakili dan diayomi, disinilah nilai dakwah terinternalisasi.
Untuk memaksimalkan sebuah kemenangan, maka perlu memikirkan strategi yang paling menguntungkan bagi dakwah—dengan catatan tidak terseret dalam gelombang pragmatisme.
Strategi yang sebagaimana digunakan rasul dahulu, yaitu al-tahalluf (koalisi) dengan kekuatan perubah dalam struktur masyarakat. Akumulasi kekuatan perubah akan menjadi pressure group paling efektif.
Dalam siyasah, terdapat manhaj perjuangan di tingkat parlemen. Biasa disebut sebagai musyarakah ijabiyah banna-ah (partisipasi positif konstruktif). Dengan metode itu, maka elemen dakwah yang berpolitik, akan terlibat secara maksimal dalam pemberian masukan bagi eksekutif dan pemberlakuan—atau penolakan—sebuah kebijakan.
Setiap manusia diciptakan berbeda,
oleh Allah yang maha Esa,
sifat dan warna kulit tidak semuanya sama
tapi Allah melihat iman dan taqwanya,
Allah maha kuasa atas segala yang ada
Ingatlah manusia siapa diri kita ??
jangan sombong, jangan dengki, terhadap saudara seperjuangan
itu tidak disukai Allah.
Jika elemen amanah siyasi ini di amanahkan kepada KAMMI KAD* sudah siap untuk masuk dalam pusaran politik kampus, maka seyogyanya pertanyaan-pertanyaan pada point pertama tulisan ini sudah tidak lagi dilontarkan. Memasuki wilayah politik berarti siap dengan segalanya.
Ingat akan Thariq di tepi Andalusia yang membakar kapal anak buahnya dan meneguhkan perjuangan di depan mata. Mungkin sekarang saatnya kita teriakkan, “Jangan pernah mundur walau setapak, karena mundur adalah pengkhianatan !”
Wallahua’am bissawab.
Sleman, 28 Januari 2011
AB 2 (Anggota Berusaha Baik)
*Penulis adalah Ketua Umum KAMMI Komisariat Ahmad Dahlan
Periode 2010-2011
.
Orang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapan tetapi hebat dalam tindakan (confusius).
Berbicara mengenai siyasi (politik) dengan satu sisi maka kita mendapatkan jawaban politik itu kotor, dalam agama itu menganjurkan “dakwah” bukan bersiyasi, buat apa lelah memikirkan politik lebih baik memikirkan apa tugas kuliah hari ini, atau untuk apa berpolitik buang-buang waktu saja, perilaku risih pragmatis ini dapat dibuktikan dengan sedikitnya mahasiswa yang berpartisipasi dalam PEMILWA.
Apa itu siyasi ? Untuk apa buat partai mahasiswa ? apa untungnya punya posisi strategis di HMPS, BEM, DPM, DPM-U, BEM-U, UKM, tidaklah cukup dakwah itu dengan bil-hal, bil lisan, dan bil-qalam saja atau untuk apa bertarung dan melakukan spekulasi-spekulasi memperebutkan pengaruh dari elemen gerakan yang lain, atau apakah tidak cukup berdakwah itu secara sturktural dan fardiyah, bukankah kita sudah dalam posisi nyaman untuk saat ini , . . .
Akan ada beribu-ribu pertanyaan, oleh karenanya perlu orientasi yang jelas tentang paradigma gerak kita dan pembacaan komprehensif mengenai medan realita kampus, Hal itu sangat penting untuk menentukan Taktis dan Strategis sebelum benar-benar mantap untuk masuk dalam kancah politik kampus dan yang lebih penting lagi mendapatkan arah yang jelas dalam bergerak.
Pemahaman yang benar akan politik kampus. Pengertian yang sebenarnya mengenai politik dalam Islam akan membawa pada keteguhan gerak dalam menghadapi segala mihnah yang menghadang. Memahami bahwa siyasah adalah sebuah wasilah untuk tahqiq ahdaf al-da’wah (meneguhkan tujuan-tujuan dakwah). Sehingga politik kotor adalah persoalan mental pelaku, dan bukan strategi perjuangan.
Mungkin sekarang perlu melirik keuntungan memasuki arena politik kampus.
(1) Dengan membuat partai mahasiswa dan aktif dalam kegiatan politik, maka ada kesempatan menyuarakan kepentingan kita dan mayoritas mahasiswa konstituen. Secara praktis, tujuan-tujuan dakwah akan tersampaikan melalui lembaga kemahasiswaan baik di HMPS, BEM, DPM, DPM-U, BEM-U, dan UKM.
(2) Dengan mendudukkan wakil di DPM-U, maka kebijakan kampus dapat kita awasi, kontrol dan rekomendasikan.
(3) Mengawali kultur positif tentang pengelolaan lembaga mahasiswa, dengan mengembangkan kultur jujur dan amanah, maka mahasiswa konstituen akan benar-benar merasa terwakili dan diayomi, disinilah nilai dakwah terinternalisasi.
Untuk memaksimalkan sebuah kemenangan, maka perlu memikirkan strategi yang paling menguntungkan bagi dakwah—dengan catatan tidak terseret dalam gelombang pragmatisme.
Strategi yang sebagaimana digunakan rasul dahulu, yaitu al-tahalluf (koalisi) dengan kekuatan perubah dalam struktur masyarakat. Akumulasi kekuatan perubah akan menjadi pressure group paling efektif.
Dalam siyasah, terdapat manhaj perjuangan di tingkat parlemen. Biasa disebut sebagai musyarakah ijabiyah banna-ah (partisipasi positif konstruktif). Dengan metode itu, maka elemen dakwah yang berpolitik, akan terlibat secara maksimal dalam pemberian masukan bagi eksekutif dan pemberlakuan—atau penolakan—sebuah kebijakan.
Setiap manusia diciptakan berbeda,
oleh Allah yang maha Esa,
sifat dan warna kulit tidak semuanya sama
tapi Allah melihat iman dan taqwanya,
Allah maha kuasa atas segala yang ada
Ingatlah manusia siapa diri kita ??
jangan sombong, jangan dengki, terhadap saudara seperjuangan
itu tidak disukai Allah.
Jika elemen amanah siyasi ini di amanahkan kepada KAMMI KAD* sudah siap untuk masuk dalam pusaran politik kampus, maka seyogyanya pertanyaan-pertanyaan pada point pertama tulisan ini sudah tidak lagi dilontarkan. Memasuki wilayah politik berarti siap dengan segalanya.
Ingat akan Thariq di tepi Andalusia yang membakar kapal anak buahnya dan meneguhkan perjuangan di depan mata. Mungkin sekarang saatnya kita teriakkan, “Jangan pernah mundur walau setapak, karena mundur adalah pengkhianatan !”
Wallahua’am bissawab.
Sleman, 28 Januari 2011
AB 2 (Anggota Berusaha Baik)
*Penulis adalah Ketua Umum KAMMI Komisariat Ahmad Dahlan
Periode 2010-2011
.